Anthurium Superbum

Memilih Aman dengan Bibit Spesies

United States Department of Agriculture Animal&Plant Health Inspection “Phytosanitary Certificate” mengeluarkan satu jenis anthurium yang konon selama ini tak boleh keluar dari negara asalnya, Florida Amerika Serikat (AS). Kini, pesona anthurium spesies ini sudah hadir di Indonesia.

Jenis anthurium ini lebih dikenal dengan nama lokal superbum. Diambil dari nama genusnya, Botanical Superbum. Jenis ini tergolong anthurium langka, karena memang spesiesnya tak bisa sembarang diadopsi oleh banyak negara. Indonesia beruntung memperoleh kesempatan memiliki varian anthurium asli Florida AS ini. Itu juga untuk memperkaya jenis anthurium Tanah Air.
Di tangan Pebisnis Anthurium di Malang Jawa Timur (Jatim), Prayogi, sertifikat kepemilikan anthurium botanical supebum sudah dikantongi. Hanya prayogi berhak membawa jenis bibitan superbum. Meski begitu, hal ini tak jadi soal. Toh di Indonesia sendiri, superbum masih membuat sebagian penggemar anthurium penasaran.
“Untuk indukan, memang sulit untuk membawanya langsung dari Florida. Sebab, selain tak ada ijin, jenis indukan akan lebih sulit untuk beradaptasi,” kata Prayogi.
Jenis Spesies Lebih Rentan
Pertimbangan untuk memilihara anthurium jenis spesies bukanlah perkara mudah, sehingga ia lebih memilih membawa pulang anthurium superbum dalam bentuk bibitan daripada indukan. Pertimbangan tak membawa indukan, karena rentannya struktur tanaman. Ditambah, proses adaptasi yang juga mempertimbangkan resiko yang dihadapi indukan.
Bisa jadi, tanaman akan mengalami perubahan selama proses adaptasi berlangsung. Ditambah pula, jenis anthurium superbum ini merupakan kategori spesies yang rentan pada perubahan, dimana banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan ini. Bisa dari faktor internal ataupun eksternal tanaman. Faktor internal bisa disebabkan oleh susunan genetik tanaman. Sedangkan faktor eksternal, cenderung dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Hampir semua jenis anthurium spesies, kata Prayogi, mengalami masa ini, dimana perubahan tampilan akibat banyak faktor ini berdampak juga pada proses pertumbuhan tanaman yang tak optimal. Berbeda jika proses adaptasi lingkungan dilakukan dari usia bibitan. Sifat perubahan pada tanaman bisa diminimalisir sekecil mungkin. Pemilihan tanaman usia bibit inilah jadi alternatif bagi sebagian orang saat mengimpor jenis spesies dari negara lain.
“Mengimpor anthurium usia bibit, jadi alternatif aman. Selain resiko perubahannya tak terlalu besar, biaya yang dikeluarkan pun tak terlalu besar juga,” imbuh Prayogi.
Untuk superbum bibit dengan 5-6 daun, harganya mencapai sekitar Rp 2,5 juta per tanaman. Harga ini sebanding dengan kualitas barangnya yang sudah menunjukkan karakter. [santi]
Jangan Terkecoh Pilih Bibit
Alternatif membeli tanaman usia bibit, bukan tanpa resiko. Masih ingat dengan kasus penipuan berkedok bibit anthurium? Banyak yang jadi korban tindak kriminal ini. Sebagai langkah aman yang bisa Anda lakukan jika tertarik dengan salah satu jenis bibit anthurium, yaitu pilih tanaman yang sudah menunjukkan karakter.
Misalnya, anthurium superbum, dimana karakternya sudah bisa dilihat ketika masih berusia 7-8 bulan. Adapun karakter yang ditampilkan pada superbum, terlihat dari tekstur daun yang bergelombang, baik di permukaan ataupun belakang daun. Dari segi kombinasi warna, anthurium superbum cenderung mengeluarkan karakter dengan dominasi merah keunguan.
Keunikan lain yang dimiliki dan jadi ciri tanaman ini ada di permukaan daunnya, dimana jika dilihat secara detil akan terlihat lapisan lilin berwarna putih. Konon, lapisan lilin di anthurium superbum ini berfungsi untuk mempertahankan karakter. Maka jangan heran, jika ada larangan untuk tak menyentuh bagian permukaan daun.
“Boleh saja disentuh, tapi jangan terlalu keras. Sebab, permukaan daun dipegang terlalu keras akan beresiko menghilangkan lapisan lilinnya,” ujar Prayogi. [santi]
Adaptasi lingkungan
Karena habitat aslinya ada di Florida, dimana struktur suhu dan cuacanya berbeda dengan Indonesia, bukan tak mungkin terjadi perubahan tampilan. Ditinjau secara fisiologis, perubahan akibat prsoses adapatasi ini pasti terjadi. Hanya jika diterapkan sejak bibit, perubahannya tak akan menyimpang jauh dari indukan.
Itupun, masih menurut Prayogi, tak berlangsung lama. Sebab, jika bibit sudah bisa menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, ia akan tumbuh optimal di habitat barunya. Tentu proses ini akan melalui fase yang tak pendek. Alangkah baiknya bagi Anda yang membeli anthurium jenis impor untuk lebih memperhatikan kebutuhan tanaman, sehingga secara tak langsung akan memahami karakternya juga.
Seperti halnya penerapan media tanam yang juga membutuhkan perhatian. Karena anthurium merupakan jenis tumbuhan yang habitatnya di hutan, usahakan untuk menerapkan media sesuai dengan komposisi tanam aslinya. Untuk itulah, media dengan sifat porous (berongga) seperti pakis, pupuk kompos, dan kandang bisa dijadikan alternatif.
Prayogi mempunyai rahasia khusus dalam menerapkan pupuk urea yang berasal dari pembusukan tanaman. Ia lebih suka menggunakan rontokan daun mahoni untuk membuat pupuk kompos bagi anthuriumnya, dimana dalam mahoni terdapat kandungan unsur Nitrogen (N) yang tinggi dan berfungsi sebagai perangsang proses vegetatif tanaman, seperti pembentukan tunas dan buah.
Caranya, dengan memendam daun mahoni ke dalam tanah dan mendiamkannya hingga 2-3 hari. Itu dilakukan sebagai tahapan fermentasi dalam pembuatan pupuk kompos, barulah pupuk bisa digunakan. Namun ada satu alternatif bagi Anda yang ingin menerapkan pupuk mahoni, tapi tak memiliki lahan luas, yaitu hanya dengan menaburkan rontokan daun mahoni di atas permukaan media tanam.Biarkan hingga beberapa hari hingga membusuk dan mengering. [santi]

Anthurium Sirih

‘Mandul’, tapi Tetap Menghanyutkan

Tak selamanya, warna dan serat daun jadi isu menarik. Itu jika kita berbicara mengenai anthurium unik. Sebab, tanaman yang masih memiliki famili araceae ini juga memiliki jenis yang berdaun glamour dengan gemerlap warna dan kehalusan struktur daun di atas rata-rata yang terdapat pada jenis anthurium sirih.

Ia bernama sirih. Sebab, jenis satu ini sangat mirip dengan tanaman yang sering digunakan sebagai inang oleh orang-orang jaman dulu, yaitu sirih. Tak hanya bentuk, pola tubuhnya merambat (sedang anturium lain pada umumnya memiliki batang tegak), membuat kita seakan teringat oleh tanaman sirih yang biasa tumbuh menjalar.
Jika dibandingkan dengan jenis lain, jenis ini relatif memiliki harga jual dan purna jual stabil dan cenderung tinggi. Uniknya, hal itu terjadi sampai sekarang, dimana penjualan anthurium bisa dibilang agak lesu. Sekedar pantauan singkat, harga sirih saat ini untuk usia satu daun anakan hasil split dihargai Rp 300.ribu.
Sedangkan untuk usia dewasa atau daun berukuran lebih dari 30 cm, harga minimal Rp 8 juta (di atas harga jenmanii yang usia satu daun saat ini bisa didapat dengan harga Rp 100 ribu dan usia remaja dan dewasa sering dihargai minimal Rp 2 juta). Tak sedikit penjualnya beralasan, mahalnya tanaman ini dikarenakan susahnya sirih untuk dibudidayakan, juga perkembangannya cenderung sangat lambat.
Benar saja, dalam setiap keluar daun baru, jenis ini biasanya membutuhkan waktu lebih dari 3 bulan. Itu jelas waktu lama jika dibanding dengan jenis lain yang sering menelurkan daun baru setiap 2 minggu sekali. Jenis ini juga termasuk anthurium mandul dan susah untuk dikembang-biakkan.
“Umumnya, barang (anthurium sirih) yang saat ini beredar di pasaran adalah hasil split. Sebab, pada umumnya sirih susah keluar tongkol,” kata Pebisnis Anthurium di Ragunan Jakarta Selatan (Jaksel), Totok Gondowasito.
Menurutnya, meski permintaan tak sebanyak gelombang cinta, tapi permintaan sirih masih terus mengalir dengan harga yang relative tinggi. Itu membuatnya bersemangat untuk mempelajari teknik split pada anthurium.
“Biasanya anthurium sirih diperbanyak dengan cara ini. Ketika anthurium sirih berusia lebih dari 6 bulan, memiliki sedikitnya dua daun dan sudah keluar mata akar, itu adalah saat yang tepat untuk memisahkannya,” ujar Totok.
Selain susahnya tanaman ini mengeluarkan tongkol sebagai media perbanyakan, sirih termasuk satu diantara jenis anthurium langganan juara di setiap kontes anthurium. Hal ini tak terlepas dari tampilan daun yang sering memikat mata juri penilai. Dan bukannya kecelakaan atau malas keluar, tongkol yang sering keluar pun tak jarang sengaja dipotong untuk mempertahankan keindahan daun. Hal ini yang sering dilakukan oleh M Sutoyo Santoso, Pebisnis Anthurium di Solo Jawa Tengah (Jateng).

“Seperti anthurium yang lain pada umumnya, kemunculan tongkol sering mengganggu perkembangan daun, sehingga jika tak dipotong, daun yang keluar akan mengalami kecacatan. Misalnya, berlubang atau kerutan yang muncul, sehingga mengurangi estetika sirih,” ungkap pria yang sering mengikut-sertakan sirihnya dalam setiap kali ada kontes anthurium ini.

Pada dasarnya, lanjut Sutoyo, jika dilihat perkembangan tongkol sering jadi dilema sendiri bagi pemilik anthurium. Nutrisi yang terbagai jadi alasan mengapa salah satu bagian ini harus dikorbankan. Biasanya hal ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Jika ingin membudidaya, daun yang sudah besar harus rela berlubang.
Namun jika daun yang ingin dipertahankan, mau-tak-mau tongkol harus dipangkas. Paling tidak, hal itu yang jadi rahasia Sutoyo dalam mempertahankan kecantikan koleksi anthurium sirihnya. [adi]
Perawatan Benar, Tongkol pun Rajin Keluar
Meski terkenal dengan anthurium mandul, keluarnya tongkol pada anthurium sirih tak berarti harus merusak daun. Bahkan kedua bagian ini bisa tumbuh optimal dan menghasilkan anakan jempolan. Tak ada formula khusus untuk menjaga kedua bagian ini tumbuh dengan sempurna. Hanya perawatan dan pemahaman akan karakter tanaman, harus ‘benar’ diperhatikan.
Hal ini yang telah dicoba dan kelihatannya akan berhasil memperbanyak anakan sirih melalui perkembang-biakan biji. Adalah Hermansyah, Pebisnis Anthurium di Sleman Jogjakarta, merupakan satu diantara orang yang beruntung itu.
“Tak selamanya tongkol akan merusak daun dan sebaliknya. Dengan perawatan yang benar, kedua bagian ini bisa tumbuh secara berdampingan,” imbuh Hermansyah.
Perawatan yang benar, menurut Herman, adalah kebutuhan nutrisi dan media tanam yang tepat. Pemupukan harus stimulan dan memberikan pupuk beda merk paling tidak setiap 3 minggu sekali. Selain itu, dalam hal penyiraman dilakukan minimal 2 kali dalam sehari. Tujuannya untuk menhindari tanaman dari dehidrasi.
“Biasanya daun atau tongkol yang dehidrasi akan terlihat lemas. Jika hal ini dibiarkan, maka usia daun atau tongkol ini tak akan bisa lama,” imbuh Hermansyah.
Namun perawatan standar ini tak selamanya berlaku dan sama di setiap tempat. Ini tentu saja tak berlaku di semua tempat, karena umumnya beda tempat – beda pula perawatan. Misalnya, proses penyiraman harus sering dilakukan di daerah-daerah dataran rendah dibanding dengan daerah dataran tinggi, karena tingkat dehidrasi tanaman di dataran rendah sangat tinggi.
Bahkan tak hanya perkembangan daun dan tongkol yang sempurna, modifikasi lingkungan juga dapat menciptakan keunikan pada warna anthurium. Dengan kata lain, warna yang konon hanya bisa dimunculkan di daerah dataran tinggi pun bisa diciptakan di daerah dataran rendah.
Menurutnya, ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam setiap pemeliharaan anthurium. Diantaranya, sirkulasi angin, kesejukan ruangan, dan perawatan yang intensif dilakukan setiap harinya. Meski begitu, daerah yang berpengaruh dengan lingkungan tak selalu berpengaruh pada keluarnya warna pada anthurium.
“Dimanapun juga tanaman bisa dicetak jadi cantik. Asal kita dapat menciptakan suasana tiruan, sehingga tanaman jadi nyaman (sedikit banyak mendekati lingkungan di dataran tinggi),” jelas pria berkacamata ini. [adi]

Lidah Naga Super

Tampilan Minisize karena Faktor Lingkungan

Dulu, pernah muncul anthurium lidah naga dengan keunikan di ujung daun yang membentuk tekstur membelah mirip lidah reptil. Dengan struktur tubuh normal lebih dari 1 meter, membuat tampilannya semakin aduhai. Lalu, bagaimana jika tampilan anthurium lidah naga ini dibuat minisize? Apakah segarang pendahulunya?

Ukuran tampilan jenis anthurium ini memang relatif lebih kecil dibanding normalnya. Panjang per lembar daunnya kurang lebih 30-40 cm. Uniknya, ini merupakan ukuran maksimal tanaman. Secara keseluruhan tekstur tampilan, anthurium ini sama dengan satu jenisnya. Keunikan bentuk kerdilnya ini, sepertinya mampu menyihir minat setiap orang yang melihatnya. Bahkan, berpengaruh pada harganya yang mencapai Rp 1,2 juta per tanaman.
Kelainan jadi Tren
Siapa mengira, cacat atau kelainan pada tanaman seakan jadi tren setter di dunia tanaman hias saat ini. Padahal tujuan orang merawat tanamannya, agar bisa tampil sehat dan memiliki tampilan yang bagus. Tak ubahnya dengan saat ini, setiap orang berbondong-bondong memburu jenis tanaman yang mengalami kelainan fisik, baik yang disebabkan karena faktor genetik ataupun pengaruh lingkungan. Bahkan antusiasme penggemar tanaman hias ini seakan mengacuhkan harga yang dipatok.
“Ini soal rasa. Sama halnya dengan memahami seni rupa yang tak bisa diukur dengan materi. Kalau klik, kenapa tidak?” tandas Penggemar Anthurium di Semarang, Dodik.
Memang, kalau soal rasa tidak ada alasan untuk mengatakan salah atau benar. Sebab, sifatnya yang cenderung relatif. Perlu digaris bawahi di sini, bahwa untuk kelainan yang dialami pada tanaman sifatnya adalah natural atau alami. Artinya, kelainan atau cacat pada tanaman merupakan hasil dari proses alam – bukan buatan, sehingga karakter yang muncul pun akan terlihat alami, membuat harganya melambung tinggi.
Selain itu, tekstur yang dibuat oleh alam ini peluangnya sangatlah kecil. Tak semua tanaman akan mengalami fase ini. Terlebih, jika kelainan tampilan tanaman disebabkan oleh faktor genetik yang besar kemungkinan tak dapat diubah lagi. Namun kelainan untuk anthurium lidah naga kerdil satu ini, tak hanya disebabkan faktor genetik – dimana bisa membentuk tekstur belah di ujung daun. Tapi juga disebabkan oleh faktor lingkungan – sebagai penyebab kondisinya yang tumbuh kerdil.
Bentuk Kerdil
Proporsi tubuh yang kerdil ini akibat pengaruh lingkungan, terutama oleh faktor penyinaran. Sinar matahari yang berlebih, berpotensi untuk membuat tangkai daun anthurium lidah naga ini tetap tampil pendek, meski tak sesuai dengan usianya. Sebab, proses pertumbuhannya yang terhambat, dimana sel-sel yang ada pada tanaman tak bisa mengalir sempurna sesuai keadaan normal.
Idealnya, untuk jenis anthurium membutuhkan faktor lingkungan yang cukup teduh, dimana terdapat naungan untuk memperlancar siklus pertumbuhan dan pembentukan karakteristik daun. Itu sepertinya tidak diterapkan pada anthurium lidah naga minisize ini. Ia dibiarkan tumbuh dalam keadaan terbuka, dengan memanfaatkan sinar matahari langsung. Pantas saja, jika kondisi batang daunnya kecil, meski tanaman sudah berumur 1 tahun.
Kesimpulannya, untuk kelainan yang disebabkan oleh faktor lingkungan bisa dijadikan eksperimen untuk membentuk karakter tanaman. Namun itu bukan berarti perlakuan seperti ini tak membawa resiko. Sebab, kalau diterapkan secara asal dan tak sesuai dengan aturan, akan berdampak pada kerusakan daun.
“Sebaiknya sekali waktu tanaman ada dalam keadaan teduh. Penyiraman setiap hari pun tak masalah. Jika daun terlihat kurang segar, cukup dilakukan sprai pada bagian permukaan,” saran pemilik anthurium lidah naga ini di Madura Jawa Timur (Jatim), Joko Arifin. [santi]
Lakukan Diet Nutrisi
Sepertinya, bukan manusia saja yang melakukan diet nutrisi. Anthurium lidah naga pun juga melalui fase ini. Itu untuk mempertahankan bentuk mungilnya. Perlakuan diet nutrisi disini berguna untuk menghambat pertumbuhannya, yaitu dengan mengurangi jumlah asupan nutrisi dari komposisi normalnya. Otomatis, kebutuhan tanaman akan jadi minim dan berdampak pada pertumbuhan yang tak sempurna, seperti tanaman tumbuh dengan kondisi kerdil.
“Sedangkan untuk proses munculnya percabangan di ujung daunnya memakan waktu yang lama, yaitu kurang lebih 1-1,5 tahun. Itu bergantung pada kondisi perlakuan tanaman,” ujar Joko.
Jika ingin melakukan eksperimen untuk membuat anthurium tampil minisize, menurut Joko, beberapa hal tadi bisa diterapkan. Syaratnya, usia tanaman yang bisa dilakukan eksperimen kurang dari 1 tahun, dimana di usia ini merupakan fase pertumbuhan yang ideal, sehingga pembentukan karakter pada tanaman sangat mungkin untuk dilakukan.
Menerapkan proses penyinaran terhadap matahari langsung dan perlakuan diet nutrisi dapat dijadikan alternatifnya. Soal media tanam yang diterapkan pun sama untuk jenis anthurium kebanyakan. Misalnya, penggunaan pakis, sekam baker, dan pupuk kandang. Namun, Joko menggunakan alternatif tambahan untuk menjaga tampilan tanamannya, yaitu dengan memberikan sedikit larutan MSG (Monosodium Glutamat) pada media tanamnya.
Konon, masih kata Joko, larutan ini bisa mendukung pertumbuhan tanaman agar tampilannya lebih maksimal. Ditinjau secara ilmu pangan, memang di dalam MSG sendiri terdapat kandungan sari pati tebu yang memiliki unsur nitrogen tinggi. Itu dihubungkan dengan tanaman yang juga membutuhkan unsur nitrogen untuk memenuhi kebutuhannya. Meski belum ada penelitian yang menunjukkan manfaat MSG bagi tumbuhan.
Setelah eksperimen berhasil, ada cara mudah jika Anda ingin tanaman ada dalam kondisi normal seperti sedia kala. Cukup mengembalikan perlakuan tanaman sesuai kondisi normal, yaitu dengan memberikan naungan atau menempatkan anthurium di tempat yang teduh, dimana sinar matahari tak masuk secara langsung serta menerapkan kembali komposisi nutrisi tanaman sesuai ukuran normalnya. Niscaya, dalam kurun waktu kurang lebih 2-3 bulan, kondisi tanaman akan kembali dalam ukuran normal.
“Hanya yang perlu diperhatikan dalam proses pengembalian kondisi ini adalah soal kontinuitas dan rutinitas,” tandas Joko. [santi]

Kaktus Ekor Tupai

Dataran Tinggi dan Rendah Tak Masalah

Ekor binatang lincah bernama tupai, rupanya jadi inspirasi nama untuk jenis tanaman kaktus. Tampilannya yang menjuntai bak ekor berpadu cantik dengan duri halus serupa bulu tupai. Tanaman gurun pasir ini cukup dapat dimiliki hanya dengan merogoh kocek sebanyak Rp 25 ribu. Cukup murah bukan?

Pesona kaktus tak hanya dikenal sebagai tanaman gurun. Predikat tanaman hias jadi alternatif interior hunian. Tampil dengan corak warna, pola, dan bentuk beragam inilah yang jadi sutu daya tarik. Bahkan tanaman yang seluruh bagiannya ditumbuhi duri ini, merupakan jenis tanaman yang familiar alias mudah dijumpai.
Hampir di setiap daerah, baik di Tanah Air ataupun mancanegara, tanaman ini selalu meramaikan dunia tanaman hias. Tak heran, jika tanaman kaktus ini memiliki jenis beragam, seperti kaktus ekor tupai ini.
Pesona si Tupai
Masing-masing tanaman kaktus memiliki keunikan berbeda, dimana setiap keunikan ini mampu menarik perhatian dan membangkitkan hasrat untuk memiliki. Ada yang unik di bagian corak warna, bentuk ataupun pola duri yang mendominasi. Bagaimana jika ketiga kategori unik ini saling berkolaborasi? Pastinya, pesonanya makin berkarakter. Seperti yang dimiliki kaktus ekor tupai ini.
Warna hijau sebagai latarnya berpadu cantik dengan tekstur duri yang menempel di bagian batang. Beralih ke bagian daun yang membentuk pola unik, serupa kulit kerang. Hanya daun kaktus tak sama dengan daun tanaman kebanyakan, yaitu teksturnya lebih tebal dengan warna hijau lebih muda dari batang, tapi tak ditumbuhi duri.
Hanya kelebihan daun tebalnya ini tak diimbangi dengan daya kuat. Sebab, struktur daun kaktus ekor tupai ini cenderung rentan patah atau lepas dari batang dan ini sering terjadi di daun tua. Berbeda halnya dengan struktur batang kaktus yang tergolong keras. Selain itu, batang kaktus merupakan bagian yang paling mudah mengalami pertumbuhan maksimal. Bukan tak mungkin, pertumbuhan batangnya bisa mencapai 1 meter.
“Batangnya tumbuh dengan pola menjuntai ke bawah. Itu sebabnya, kaktus ini dijuluki ekor tupai, karena memang bentuknya mirip,” kata Pebisnis Tanaman Hias di Kediri Jawa Timur (Jatim), Hari Sukoco.
Masih ada pesona bunga yang tumbuh di pucuk ujung batangnya. Tumbuhnya bunga kecil dengan kombinasi warna merah cerah dan muda, menjadikan tanaman ini terlihat lebih manis dan berpadu hijau batang yang segar. Namun butuh waktu lama untuk menunggu munculnya daun ini, yaitu antara 5-6 bulan.
Sedangkan untuk bunga yang sudah muncul, bisa bertahan hingga 1-2 bulan. Munculnya bunga pada kaktus ekor tupai ini tak mengenal musim, bergantung pada pertumbuhannya, dimana pertumbuhannya didasarkan pada perawatan sehari-hari.
Media Stabil
Sifatnya universal, karena proses adaptasi dan perawatan yang mudah untuk kaktus. Tumbuh di dataran rendah oke, di dataran tinggi pun tak masalah. Mengingat, kaktus merupakan jenis tanaman gurun, tentu media yang digunakan harus kering atau tidak terlalu lembab.
Perawatannya mudah diterapkan. Media tanamnya menggunakan pasir malang dan pupuk kandang, dengan perbandingan 1:1. Sifat media yang porous (berongga) sebagai alternatif untuk memperlancar drainase ataupun aerasi. Tentunya, akan berdampak pada pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.
Penyiraman jangan dilakukan sesering mungkin dan jangan biarkan bagian akar tergenang air. Sebab, kelembaban tinggi akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak optimal. Kerusakan bagian akar tanaman mudah berpeluang terjadi. Kemudian kebusukan akan merembet ke bagian batang tanaman.
Jika hal ini sampai terjadi, besar kemungkinan tanaman akan mati, sehingga untuk menghindari hal ini, penempatan kaktus harus diperhatikan, yaitu menempatkan di tempat yang kering dengan tingkat kelembaban rendah. Pasalnya, pada media dengan kelembaban tinggi, mikro-organisme akan mudah muncul. Tentunya, akan mengganggu pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.

“Sebenarnya, kaktus bukan jenis tanaman yang rumit dalam hal perawatan. Memperhatikan media dan unsur yang dibutuhkan tanaman saja, sudah cukup,” imbuh Hari.

Tanaman Universal
Karena perawatan mudah dan termasuk salah satu jenis tanaman yang mudah dijumpai di berbagai daerah, membuat kaktus dapat tempat sendiri. Di balik pesonanya yang menawan, harganya relatif terjangkau, sehingga tanaman ini patut dipilih. Harganya bervariasi, antara 5-50 ribu.
Itu bergantung pada jenis dan tampilan yang ditampilkan. Semakin unik tampilannya, tentu akan makin mahal harga yang ditawarkan. Kecantikannya dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk mempermanis huniannya. Bahkan tak sedikit juga yang menggunakan kaktus untuk alternatif bingkisan ataupun kado, baik untuk rekan, saudara ataupun keluarga, sehingga bukan tak mungkin pesona kaktus berpeluang dijadikan prospek usaha yang menjanjikan. [santi]
Sejarah Kaktus
Bila merujuk pada sejarah, kaktus telah tumbuh sekitar 100 juta tahun lalu. Dulu, kaktus punya bentuk tubuh tinggi. Lalu sekitar 60 juta tahun kemudian, kaktus dinyatakan punah. Itu terjadi akibat letusan gunung berapi yang ikut menenggelamkan Benua Amerika yang notabene tempatnya bertumbuh.
Usai kegiatan vulkanik gunung berapi itu berhenti, kaktus kembali tumbuh. Namun kaktus generasi ‘anyar’ ini tumbuh dengan bentuk yang lebih pendek dari moyangnya tadi. Kaktus bentuk pendek itulah yang sering kita jumpai di masa kini. Umumnya, kaktus datang dari dataran tandus, seperti Amerika Selatan dan Meksiko.
Daerah-daerah itu punya curah hujan rendah, dengan frekuensi yang tak tentu. Perubahan suhu yang ada pun sangat ekstrem. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kaktus itu berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, Kanada Utara sampai ke Kepulauan Galapagos, di Pasifik dan Kepulauan tropis di India Timur dan Karibia.
Wilayah hidup kaktus amat beragam, dari daerah pantai yang mengarah ke laut, hutan belantara sampai ke gunung berbalut es macam Pegunungan Andes. Jadi, bukan hal aneh bila bertemu kaktus di ketinggian 3000 – 4000 m dpl. Dari kenyataan tadi, bisa dibilang kaktus termasuk tanaman yang mampu bertahan di segala medan. Kaktus mudah melakukan penyesuaian dan bentuk-bentuk adaptasi di tubuhnya. [santi]

Klasifikasi Kaktus Ekor Tupai
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Sub Kingdom : Tracheobionta (Berpembuluh)
Super divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (Berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas : Hamamelidae
Ordo : Carysphyllales
Familia : Cactaceae (Suku kaktus-kaktusan)
Genus : Opuntia
Spesies : Opuntia Linguiformis Griffiths (plantamor.com)

Rosela Merah

Sehat dengan Budidaya Sendiri

Tanaman ini memiliki warna menarik. Konon, buahnya berkhasiat sembuhkan penyakit. Sebut saja, penyakit langganan ketika usia senja, seperti diabetes dan hipertensi.

Sehat itu mahal. Sadar atau tidak, aneka polutan dan radikal bebas yang hidup dengan kita setiap hari, gaya hidup asal-asalan, dan kemudahan hidup yang dijamin teknologi, membuat sehat itu jadi hal langka. Namun jangan khawatir – karena sebagai penyeimbang – kini masyarakat mulai menerapkan hidup sehat, seperti minum jamu. Herbal yang dikemas jadi minuman terbukti secara pengalaman mampu mengurangi resiko ancaman penyakit.
Tak hanya di Indonesia, di Jepang masyarakatnya juga mengemas herbal jadi minuman segar, yaitu kebiasaan minum teh. Rasanya pahit dan warna teh hijaunya segar, seakan memberi nunsa sendiri bagi perlindungan diri terhadap penyakit. Tak selamanya teh yang menyehatkan itu berwarna hijau, karena minuman yang biasa disajikan dengan hangat atau dingin ini ada juga yang berwarna merah. Konon, ia memiliki peran herbal.
Teh merah. Begitu orang biasa menyebut teh yang sebenarnya bukan berasal dari daun teh ini. Pertama kali diperkenalkan di Indonesia tanaman ini sempat heboh. Dan percaya atau tidak, tanaman ini sudah lama dikenal dunia, maka jangan heran jika rosela merah memiliki banyak nama di beberapa negara.
Jamaican sorrel adalah sebutan yang diberikan oleh masyarakan India, oseille rouge disebut orang Perancis, quimbombo chino di Spanyol, karkade di Afrika Utara, dan bisap di Senegal. Di Indonesia, rosela merah tak hanya dikenal sebagai bahan herbal, tapi juga bahan pembuat makanan dan minuman. Beberapa orang sudah mengolah tanaman ini sebagai manisan dan beberapa lagi mengolahnya jadi sirup siap minum.
Ia berdaun dan bisa memiliki tinggi hingga 2 meter (batang). Buahnya mirip dengan bentuk kuncup bunga dan berwarna merah, sehingga ia dijuluki rosela merah. Uniknya, buah yang digunakan sebagai ekstrak dan olahan datang dari kulitnya. Sedangkan isinya, selain ditanam kembali, tak bisa jadi bahan makanan atau minuman. Budidayanya mudah dan perawatannya tak begitu sulit, membuat tanaman ini cepat berkembang, tak terkecuali di Indonesia.

“Pada dasarnya, menanam rosela merah mudah, seperti kita menanam pohon.

Hanya perlu diperhatikan, hasil yang maksimal dan mencegah kerontokan sampai kematian, sebaiknya tanah yang digunakan tak terlalu asam,” kata Petani Rosela Merah di Banjarbaru Kalimantan Selatan (Kalsel), Badrun. “Banyak dan mudahnya penanaman, membuatnya tak sulit mencari kebun dan hasil olahan tanaman ini,” lanjutnya.
Budidaya Rosela Merah Sendiri
Tak hanya khasiatnya yang bermanfaat bagi tubuh, bentuknya yang unik dalam balutan warna merah segar, membuat siapa saja tak bosan melihat tanaman berbuah ini, sehingga tak jarang rosella merah sengaja ditaruh di beberapa bagian depan rumah yang fungsinya sebagai tanaman hias.
Menurut Badrun, pada dasarnya memulai menanam tanaman ini tidaklah membutuhkan persiapan khusus. Hanya persiapan biasa yang dilakukan sesuai dengan dimana tujuan kita akan menanam tanaman ini.
I. Menanam di Pot
Warna buah merah merona di tengah tumbuh daun yang hijau dan terlihat segar jika terawat dengan baik, membuat tanaman ini kian cantik untuk dijadikan tanaman hias. Tak hanya di luar ruangan, dalam ruangan pun tanaman ini siap memperindah suasana lingkungan sekitar.
Menurut Badrun, beberapa tahapan yang harus dipersiapkan, yaitu pemilihan pot, penyiraman, penggunaan media tanam, dan pemupukan, terutama jika Anda ingin tanaman rajin berbuah. Lebar pot biasanya menyesuaikan dan sesuai dengan selera. Hanya seperti tanaman hias lain, bagian kedalaman guna tumbuh-kembang akar perlu diperhatikan. Pot yang digunakan umumnya menyesuaikan panjang akar.
Penyiraman dilakukan seperlunya. Dalam hal ini penyiraman dilakukan untuk menjaga kelembaban dan menghindari dehidrasi media tanam, sehingga pendistribusian nutrisi seluruh bagian tanaman dilakukan dengan baik dan lancar. Laiknya sebuah tanaman hias, pemupukan sesering mungkin harus dilakukan. Selain menjamin nutrisi makanan tanaman, kebutuhan unsur tertentu membuat beberapa bagian akan terlihat tumbuh dengan maksimal.
Buah misalnya, bagian ini biasanya bisa dirangsang dengan penggunaan pupuk dengan kandungan Kaliun dan Pospor tinggi, disamping kandungan Nitrogen yang tetap ada, meski jumlahnya kecil. Jika Anda kesusahan menanam sejak kecil tanaman ini – sebagai alternative – Anda bisa mencarinya di beberapa nurseri setempat. Mudahnya penanaman, membuat tanaman ini mudah dijumpai dengan harga bervariasi. Umumnya, dalam satu pohon rosela merah dijual dengan harga sekitar Rp 30 ribu.
II. Menanam di Kebun
Selain bisa membeli bibit yang sudah remaja (sudah jadi pohon), Anda pun bisa mempersiapkan bibitan sendiri. Bagaimana cara mempersiapkannya, berikut uraian Badrun yang sudah malang-melintang menanam tanaman ini di tanah asam Kalsel.
“Setelah buah masak, di dalamnya sering ada biji. Jika sudah tua, bagian ini akan berwarna kecoklatan (jika masih muda berwarna hijau). Perbedaan warna ini yang pada akhirnya menentukan siap-tidaknya biji untuk ditanam. Sebab jika masih muda, bibit akan susah berkembang,” ungkap Badrun.
Setelah lahan dipersiapkan, dibuatlah lubang-lubang untuk tempat menanam. Untuk menjamin pembagian nutrisi yang baik dan seimbang, usahakan untuk memberi jarak sekitar 1 meter di bagian kanan, kiri, depan, dan belakang tanaman. Jarak ini adalah jarak ideal untuk menanam rosela merah.
Umumnya, dalam satu lubang cukup ditanami tanaman 2-3. Hal ini bisa berakibat pada masalah percabangan yang sedikit. Untuk menurunkan kadar keasaman tanah, biasanya digunakan kapur secukupnya dengan media tanah dan pupuk kandang sesuai dengan kebutuhan. Setelah berusia 2-3 bulan, tanaman mulai berbunga dan panen berlangsung saat berumur 5-6 bulan.
Panen rosela merah dilakukan secara bertahap, mulai dari bunga yang sudah tua selama dua minggu. Lebih jauh, Badrun menambahkan, rosela merah bisa ditanam di musim kemarau, asalkan pengairannya lancer. Misalnya, di sawah. Berdasar pengalamannya, rosela merah yang ditanam di pekarangan di musim kemarau, bunganya tak bagus dan batangnya kecil, meski dialiri air. Tanaman ini juga tak mau tumbuh, jika suhu lingkungan melebihi dari 230C. [adi]